Topik minggu ini yang paling banyak menyerap perhatian masyarakat adalah masalah perintah dari bapak Presiden Jokowi untuk menembak kapal-kapal ikan liar yang sering mencuri ikan di perairan Indonesia. Pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengamat baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Pernyataan bapak Presiden Jokowi dalam menanggapi maraknya pencurian ikan di perairan Indonesia menurut penulis adalah wajar dan sangat nasionalis dikarenakan wilayah perairan Indonesia sudah sangat lama dijarah hasil ikan dan sumber daya keairan lainnya dan bahkan terkesan selama ini dibiarkan oleh Presiden sebelumnya. Perintah Jokowi untuk membasmi kapal-kapal pencuri ikan liar diwilayah kita sendiri ternyata tidak menyenangkan hati semua pihak. Hal ini terlihat dengan perang twitter antara mantan Presiden SBY dan Presidan Jokowi, setidak-tidaknya menggambarkan ketidaksenangan mantan presiden bila boroknya ketahuan masyarakat....
Ini beberapa penggalan twitter dari @SBYudhoyono yang dibalas dengan Facebook milik Ir. H. Joko Widodo.
Twitter @SBYudhoyono :
"pemimpin yang selalu dianggap benar berpotensi melakukan kepemimpinan diktator dan tirani"
"Dalam politik, pencitraan itu biasa. Tapi, jika sangat berlebihan bisa menurunkan kepercayaan rakyat. "Angkuh terbawa, tampan tertinggal" *SBY*,"
" "Diam itu emas", jika tidak perlu bicara, diamlah. "Bicara itu perak", jika harus bicara, bicaralah. Tetapi bermutu & bermanfaat. *SBY*."
" "Tong kosong nyaring bunyinya". Akan lebih bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu. Isilah dengan pengetahuan & pengalaman. *SBY*."
Lalu pada hari Jumat, 28 November 2014, tweet itu seolah "dijawab" Jokowi dalam status Facebook miliknya, Ir H Joko Widodo.
"Basis kepemimpinan dalam demokrasi adalah kepercayaan, dan kepercayaan itu dibangun di antaranya oleh rekam jejak, ketulusan hati dan kesungguhan dalam bekerja."
Jokowi melanjutkan, "Beda antara kepemimpinan yang dipercaya dengan kepemimpinan tirani, kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja."
Dan Jokowi menutupnya dengan kalimat "Dan dalam kepemimpinan saya hal paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya."
Perang urat syarat melalui media sosial oleh para pejabat dan mantan pejabat ini dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat awam, dan dapat menimbulkan gejolak ketidakpercayaan terhadap salah satu pihak. Selain itu negara lain akan membaca bahwa tidak adanya kekompakan diantara masyarakat indonesia sendiri mengenai kebijakan dan keputusan yang telah diambil oleh Pemimpinnya. Menurut Penulis : "Hal yang menyangkut kedaulatan negara tidak bisa diambil secara gamang", jelas sekali tugas dan kewajiban warganegara untuk mempertahankan setiap jengkal tanah dan air yang akan direbut atau diambil hasilnya oleh negara lain akan kita pertahankan sesuai dengan amanat UUD 1945. Dari hal ini kita bisa mengambil kesimpulan siapa diantara kita yang menjadi "batu sandungan" dalam kehidupan ber-Republik ini. Sebaiknya setiap warganegara yang tidak setuju untuk mempertahankan kedaulatan negaranya lebih baik untuk segera hengkang dari Republik ini atau "DIAM", seperti kata pepatah "Diam adalah Emas".
Yang kedua : kasihan kapal tempur kita kerjanya cuman mondar-mandir, kehujanan kalau tanpa punya tujuan dan motivasi yang jelas (lihat gambar diatas) Kapal tempur KRI dengan nomor deck 356 dengan namanya sekalian yang berada di bagian sisi kapal.
Yang kedua : kasihan kapal tempur kita kerjanya cuman mondar-mandir, kehujanan kalau tanpa punya tujuan dan motivasi yang jelas (lihat gambar diatas) Kapal tempur KRI dengan nomor deck 356 dengan namanya sekalian yang berada di bagian sisi kapal.